Hingga
saat ini, hampir setiap umat Islam memiliki gambaran bahwa haji adalah
ibadah yang sulit dan rumit. Gambaran itu tak lepas dari cara penyajian
dan sistimatika pembahasan buku-buku tentang haji yang beredar selama
ini. Belum lagi kesulitan-kesulitan itu memang ada yang sengaja dibuat,
misalnya masalah do'a-do'a khusus pada setiap amalan, padahal Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengajarkannya. Juga amalan-amalan
tertentu yang tidak ada dasarnya, baik dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah
yang shahih.
Haji adalah salah satu dari lima rukun Islam. Ia wajib dilakukan sekali seumur hidup, berdasarkan firman Allah: "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (Ali Imran: 97).
Haji adalah salah satu dari lima rukun Islam. Ia wajib dilakukan sekali seumur hidup, berdasarkan firman Allah: "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (Ali Imran: 97).
Dan
berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Islam itu
dibangun di atas lima perkara; bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang
haq melainkan Allah dan (bersaksi) bahwa Muhammad adalah Rasulullah,
mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa (di bulan) Ramadhan dan
menunaikan haji ke Baitullah." (Muttafaq Alaih).
Haji diwajibkan dengan lima syarat:
1. Islam.
2. Berakal.
3. Baligh.
4. Merdeka.
5. Mampu.
6.
Dan bagi perempuan ditambah dengan satu syarat yaitu adanya mahram yang
pergi bersamanya. Sebab haram hukumnya jika ia pergi haji atau safar
(bepergian) lainnya tanpa mahram, berdasarkan sabda Nabi Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Tidak (dibenarkan seorang) wanita
bepergian kecuali dengan mahramnya." (Muttafaq Alaih). Jika seorang
wanita pergi haji tanpa mahram maka ia berdosa tetapi hajinya tetap sah.
Syarat
kelima yakni mampu, meliputi kemampuan materi dan fisik. Barangsiapa
tidak mampu dengan hartanya untuk memenuhi biaya perjalanan, nafkah haji
dan sejenisnya maka ia tidak berkewajiban haji. Adapun orang yang mampu
secara materil, tetapi tidak mampu secara fisik dan jauh harapan
sembuhnya, seperti orang yang sakit menahun, orang yang cacat atau tua
renta maka ia harus mewakilkan hajinya kepada orang lain. Dan
disyaratkan orang yang mewakilinya sudah haji untuk dirinya sendiri.
Kedua:
Allah berfirman: "(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimak-lumi,
barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan
haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan."
(Al-Baqarah: 197).
Rafats
adalah bersetubuh atau yang merangsang kepadanya, berbuat fasik artinya
berbuat maksiat, sedang yang dimaksud berbantah-bantahan adalah
berbantah-bantahan secara batil atau berbantah-bantahan yang tidak ada
manfaatnya, atau yang bahayanya lebih besar dari manfaatnya.
Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa menunaikan haji
sedang ia tidak melakukan rafats dan perbuatan fasik maka ia pulang
(haji) sebagaimana hari ketika ia dilahirkan ibunya." (Muttafaq Alaih).
"Umrah
ke umrah lainnya adalah kaffarah (peng-hapus dosa) antara keduanya, dan
haji mabrur tiada lain balasannya selain Surga." (Muttafaq Alaih).
Karena
itu wahai Saudara Haji, waspadalah dari terperosok ke dalam maksiat,
baik yang besar maupun yang kecil. Seperti mengakhirkan shalat dari
waktunya, ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), mencaci dan
menghina, mendengarkan nyanyian, men-cukur jenggot, isbal (menurunkan
atau memanjangkan pakaian/kain hingga di bawah mata kaki), merokok,
melihat kepada yang haram di jalan atau di telivisi. Kemudian bagi
wanita, hendaknya menutupi semua tubuhnya dengan hijab syar'i (kain
penutup yang di-syari'atkan) serta menjauhkan diri dari memperlihatkan
aurat.
Dengan
banyaknya manusia, desak-desakan dan lelah, terkadang seseorang diuji
dengan berbantah-bantahan yang dilarang dalam haji. Misalnya dengan
petugas lalu lintas atau sopir mobil umum; ketika berdesak-desakan saat
thawaf atau ketika melempar jumrah. Waspadalah dari godaan dan tipu daya
setan. Berusahalah untuk selalu bersikap lembut, sabar dan berpaling
dari orang-orang bodoh. Usahakan untuk tidak keluar dari lisanmu kecuali
ucapan-ucapan yang baik.
Ketiga:
Ketika haji, sebagian wanita tidak mengenakan jubah wanita dan ia
berjalan di antara laki-laki dengan pakaiannya. Terkadang pula ia
memakai celana panjang. Ia mengira bahwa hijab itu hanyalah sebatas
meletakkan kerudung di atas kepala. Ini adalah pemahaman yang keliru.
Lebih parah lagi, sebagian wanita pada hari Raya berhias dan berjalan di
depan laki-laki dengan mengenakan pakaian yang indah. Ia mengira bahwa
itu adalah bagian dari kegembiraan hari Raya. Ia tidak memahami bahwa
perbuatannya itu termasuk kefasikan yang besar dalam ibadah haji. Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Aku tidak meninggalkan fitnah setelahku yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada (fitnah) wanita." (Muttafaq Alaih).
Sebagian wanita ada juga yang menganggap remeh masalah tidur di tempat-tempat umum yang membuat laki-laki bisa melihat mereka.
Adalah
wajib bagi wanita muslimah untuk bertaq-wa kepada Allah dan membatasi
diri dari
laki-laki asing (bukan mahram) dengan mengenakan baju kurung
lebar yang tidak ada perhiasannya, sehingga tak kelihatan sesuatu pun
dari (anggota badan)nya, baik wajah, tangan atau kakinya. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Wanita adalah aurat. Jika ia keluar maka setan mengawasi/mengincarnya." (HR. At-Tirmidzi dengan sanad shahih).
Pada
asalnya, istisyraf (mengincar) berarti meletakkan telapak tangan di
atas alis mata serta mendongakkan kepala untuk melihat. Maknanya sesuai
konteks hadits di atas- adalah jika wanita keluar rumah maka setan
mengincarnya untuk menggodanya atau menggoda (laki-laki) dengan dirinya.
Keempat:
Jika seorang muslim melakukan ihram haji atau umrah maka haram atasnya
sebelas perkara sampai ia keluar dari ihramnya (tahallul):
1. Mencabut rambut.
2. Menggunting kuku.
3. Memakai wangi-wangian.
4. Membunuh binatang buruan (darat, adapun bina-tang laut maka dibolehkan).
5.
Mengenakan pakaian berjahit (bagi laki-laki dan tidak mengapa bagi
wanita). Pakaian berjahit adalah pakaian yang membentuk badan, seperti
baju, kaos, celana pendek, gamis, celana panjang, kaos tangan dan kaos
kaki. Adapun sesuatu yang ada jahitannya tetapi tidak membentuk badan
maka hal itu tidak membahayakan muhrim (orang yang sedang ihram),
seperti sabuk, jam tangan, sepatu yang ada jahitan-nya dsb.
6.
Menutupi kepala atau wajah dengan sesuatu yang menempel (bagi
laki-laki), seperti peci, penutup kepala, surban, topi dan yang
sejenisnya. Tetapi dibolehkan berteduh di bawah payung, di dalam kemah
dan mobil. Juga dibolehkan membawa barang di atas kepala jika tidak
dimaksudkan untuk menutupinya.
7.
Memakai tutup muka dan kaos tangan (bagi wanita). Tetapi jika di depan
laki-laki asing (bukan mahram) maka ia wajib menutupi wajah dan kedua
tangannya, namun dengan selain tutup muka (cadar), misalnya dengan
menurunkan kerudung ke wajah dan memasukkan tangan ke dalam baju kurung.
8. Melangsungkan pernikahan.
9. Bersetubuh.
10. Bercumbu (bermesraan) dengan syahwat.
11. Mengeluarkan mani dengan onani atau bercumbu.
Orang Yang Melakukan Hal-hal Yang Dilarang Memiliki Tiga Keadaan:
1. Ia melakukannya tanpa udzur (alasan), maka ia berdosa dan wajib membayar fidyah (tebusan).
2.
Ia melakukannya untuk suatu keperluan, seperti memotong rambut karena
sakit. Perbuatannya ter-sebut dibolehkan, tetapi ia wajib membayar
fidyah.
3.
Ia melakukannya dalam keadaan tidur, lupa, tidak tahu atau dipaksa.
Dalam keadaan seperti itu ia tidak berdosa dan tidak wajib membayar
fidyah.
Jika
yang dilanggar itu berupa mencabut rambut, menggunting kuku, memakai
wangi-wangian, bercumbu karena syahwat, laki-laki mengenakan kain yang
berjahit atau menutupi kepalanya, atau wanita memakai tutup muka (cadar)
atau kaos tangan maka fidyah-nya antara tiga hal. Orang yang melakukan
pelanggaran itu boleh memilih salah satu daripadanya:
1. Menyembelih kambing (untuk dibagikan kepada orang-orang fakir miskin dan ia tidak boleh memakan sesuatu pun daripadanya).
2. Memberi makan enam orang miskin, masing-masing setengah sha' makanan. (setengah sha' lebih kurang sama dengan 1,25 kg.).
3. Berpuasa selama tiga hari.
Dari larangan-larangan di atas, dikecualikan hal-hal berikut ini:
1. Melangsungkan pernikahan, sebab ia hukumnya haram, maka tidak ada fidyah karenanya.
2. Membunuh binatang buruan (darat), sebab ia hukumnya haram, dan terdapat denda jika ia membunuhnya secara sengaja.
3.
Bersetubuh (dan ia adalah larangan yang paling besar). Jika ia
melakukannya secara sengaja sebelum tahallul pertama, maka ada lima
konsekuensi:
a. Berdosa
b. Hajinya batal.
c. Ia wajib menyempurnakan hajinya.
d. Ia wajib mengulangi (men-qadha') hajinya pada tahun depan.
e. Ia wajib membayar fidyah berupa seekor unta yang disembelih ketika melakukan haji qadha'.
Kelima:
Haji ada tiga jenis; tamattu', qiran dan ifrad. Yang paling utama
adalah haji tamattu', karena perintah Nabi J terhadapnya. Haji tamattu'
yaitu ia melakukan ihram dengan niat umrah saja pada bulan haji, setelah
selesai melakukannya ia lalu melakukan ihram dengan niat haji pada hari
Tarwiyah (tanggal 8 Dzul Hijjah, pen.).
Haji
ifrad yaitu ia melakukan ihram dengan niat haji saja, ketika sampai di
Makkah ia melakukan thawaf qudum, kemudian langsung melakukan sa'i haji
setelah thawaf qudum .
Haji
qiran yaitu ia melakukan ihram dengan niat umrah dan haji sekaligus.
Pekerjaan orang yang menunaikan haji qiran sama dengan pekerjaan haji
ifrad , kecuali dalam dua hal:
1.
Niat. Orang yang melakukan haji ifrad hanya meniatkan haji saja,
sedangkan orang yang menunaikan haji qiran meniatkan untuk umrah dan
haji (secara bersamaan).
2.
Hadyu (menyembelih kurban). Orang yang menunaikan haji qiran wajib
menyembelih kurban, sedangkan orang yang menunaikan haji ifrad tidak
wajib hadyu (menyembelih kurban .
TATA CARA UMRAH
Pertama - Ihram dari miqat.
Mandilah
lalu usapkanlah minyak wangi ke bagian tubuhmu, misalnya ke rambut dan
jenggot. Jangan mengusapkan minyak wangi ke pakaian ihram. Jika pakaian
ihram terkena minyak wangi maka cucilah. Hindarilah pakaian yang
berjahit. Kenakan selendang dan kain putih, juga sandal. (Payung, kaca
mata, cincin dan sabuk boleh dikenakan oleh orang yang sedang ihram).
Adapun
bagi wanita, maka ia mandi meskipun haid, lalu mengenakan pakaian yang
ia kehendaki, tetapi harus memenuhi syarat hijab, sehingga tidak tampak
sesuatu pun dari bagian tubuhnya. Juga tidak berhias dengan perhiasan
dan tidak memakai minyak wangi serta tidak menyerupai laki-laki.
Jika
Anda tidak mampu berhenti di miqat seperti yang melakukan perjalanan
dengan pesawat terbang maka mandilah sejak di rumah, lalu jika telah
mendekati miqat mulailah ihram dan ucapkanlah: "Labbaika 'Umratan"
Artinya :"Aku penuhi panggilanMu untuk menunaikan ibadah umrah."
Jika
Anda khawatir tidak bisa menyempurnakan ibadah haji karena sakit atau
lainnya maka ucapkan: "Fa in habasanii haabisun famahallii haitsu
habastanii" artinya : "Jika aku terhalang oleh suatu halangan maka
tempat (tahallul)ku adalah di mana Engkau menahanku."
Lalu
mulailah mengucapkan talbiyah hingga sampai ke Makkah. Talbiyah
hukumnya sunnah mu'akkadah (ditekankan), baik untuk laki-laki maupun
wanita. Bagi laki-laki disunnahkan untuk mengeraskan suara talbiyah, dan
tidak bagi wanita. Talbiyah yang dimaksud adalah ucapan: "Labbaika
Allahumma labbaika, Labbaika Laa Syariika laka labbaika, innal hamda
wanni'mata laka wal mulka, laa syariika laka" Artinya: "Aku penuhi
panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu. Aku penuhi panggilanMu,
tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi panggilanMu. Sesungguh-nya segala
pujian dan nikmat serta kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu
bagiMu."
Disunnahkan mandi sebelum masuk Makkah, jika hal itu memungkinkan.
Peringatan:
1.
Sebagian orang mempercayai bahwa pakaian yang dikenakan wanita haruslah
berwarna tertentu, misalnya hijau, hitam atau putih. Ini adalah tidak
benar! Sungguh tidak ada ketentuan sedikit pun tentang warna pakaian
yang harus dikenakan.
2.
Talbiyah yang dilakukan secara bersama-sama dengan satu suara -di mana
hal ini dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah bid'ah. Perbuatan
tersebut tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
juga tidak dari salah seorang sahabatnya. Yang benar adalah hendaknya
setiap Haji mengucapkan talbiyah sendiri-sendiri.
3.
Tidak diharuskan seorang yang sedang ihram, baik laki-laki maupun
wanita mengenakan terus pakaian yang ia kenakan ketika ihram sepanjang
ibadahnya, tetapi dibolehkan ia menggantinya kapan dia suka.
4.
Hendaknya setiap Haji benar-benar memper-hatikan masalah menutup aurat,
sebab sebagian laki-laki terkadang auratnya terbuka di depan orang
lain, misalnya ketika duduk atau tidur, sedang dia tidak merasa.
5.
Sebagian wanita mempercayai dibolehkannya membuka wajah di depan
laki-laki selama masih dalam keadaan ihram. Ini adalah keliru! Ia wajib
menutupi wajahnya. Di antara dalil masalah ini adalah ucapan Aisyah
radhiallahu anha:
"Dahulu
ada kafilah yang melewati kami, sedang kami dalam keadaan ihram bersama
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika mereka telah dekat
dengan kami, salah seorang dari kami mengulurkan jilbabnya ke wajahnya,
dan ketika mereka telah lewat, kami membukanya kembali." (HR. Ahmad dan
Abu Daud dengan sanad hasan). Dan dari Asma' binti Abi Bakar radhiallahu
anha, ia berkata: "Kami menutupi wajah kami dari (penglihatan)
laki-laki dan sebelumnya kami menyisir rambut ketika ihram."
(Dikeluarkan Al-Hakim dan lainnya, atsar ini shahih).
Kedua - Jika Anda telah sampai di Masjidil Haram.
Dahulukanlah
kaki kananmu dan ucapkan (do'a): "Dengan nama Allah, semoga shalawat
dan salam dicurahkan kepada Rasulullah. Ya Allah, bukakanlah untukku
pintu-pintu rahmatMu'. 'Aku berlindung kepada Allah Yang Mahaagung dan
dengan WajahNya Yang Mahamulia serta KekuasaanNya Yang Mahaazali dari
setan yang terkutuk'." Do'a ini juga diucapkan ketika memasuki
masjid-masjid yang lain.
Ketiga - Lalu mulailah melakukan thawaf dari hajar aswad
Kemudian
menghadaplah kepadanya dan ucap-kan, 'Allahu Akbar' (Allah Mahabesar),
lalu usaplah hajar aswad itu dengan tangan kananmu kemudian ciumlah.
Jika Anda tidak mampu menciumnya maka usaplah hajar aswad itu dengan
tanganmu atau dengan lainnya, lalu ciumlah sesuatu yang dengannya Anda
mengusap hajar aswad. Jika Anda tidak mampu melaku-kannya, maka jangan
mendesak orang-orang (untuk mencapainya), tetapi berilah isyarat kepada
hajar aswad dengan tanganmu sekali isyarat (dan jangan Anda cium
tanganmu). Lakukan hal itu dalam memulai setiap putaran thawaf.
Berthawaflah
tujuh kali putaran dengan menjadi-kan Ka'bah di sebelah kirimu. Lakukan
raml (jalan cepat dengan memendekkan langkah) pada tiga putaran pertama
dan berjalanlah (biasa) pada putaran berikut-nya. Dalam semua putaran
thawaf tersebut lakukanlah idhthiba' (meletakkan pertengahan kain
selendang di bawah pundak kanan, dan kedua ujungnya di atas pundak
kiri). Raml dan idhthiba' tersebut khusus bagi laki-laki dan hanya
dilakukan pada thawaf yang pertama. Atau thawaf umrah bagi orang yang
menger-jakan haji tamattu' dan thawaf qudum bagi orang yang melakukan
haji qiran dan ifrad.
Jika
Anda telah sampai ke Rukun Yamani maka usaplah dengan tanganmu jika hal
itu memungkinkan-, tetapi jangan menciumnya. Jika tidak bisa
mengusapnya maka jangan memberi isyarat kepadanya. Dan disunnahkan
ketika Anda berada di antara Rukun Yamani dan hajar aswad membaca do'a:
"Wahai Rabb kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat, dan jagalah kami dari siksa api Neraka."
Dalam
thawaf, tidak ada do'a-do'a khusus dari tuntunan Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam selain do'a di atas, tetapi memang disunnahkan
memperbanyak dzikir dan do'a ketika thawaf (do'a apa saja yang
dikehendaki). Jika Anda membaca ayat-ayat Al-Qur'an ketika thawaf, maka
itu adalah baik.
Peringatan:
1.
Bersuci adalah syarat sahnya thawaf. Jika wudhu Anda batal di
tengah-tengah melakukan thawaf, maka keluar dan berwudhulah, lalu
ulangilah thawaf Anda dari awal.
2.
Jika di tengah-tengah Anda melakukan thawaf didirikan shalat, atau Anda
mengikuti shalat jenazah, maka shalatlah bersama mereka lalu
sempurnakanlah thawaf Anda dari tempat mana Anda berhenti. Jangan lupa
menutupi kedua pundak Anda, sebab menutupi keduanya dalam shalat adalah
wajib.
3.
Jika Anda perlu duduk sebentar, atau minum air atau berpindah dari
lantai bawah ke lantai atas atau sebaliknya di tengah-tengah thawaf,
maka hal itu tidak mengapa.
4.
Jika Anda ragu-ragu tentang bilangan putaran, maka pakailah bilangan
yang Anda yakini; yaitu yang lebih sedikit. Jika Anda ragu-ragu apakah
Anda telah melakukan thawaf tiga atau empat kali maka tetapkan-lah tiga
kali, tetapi jika Anda lebih mengira bilangan tertentu maka tetapkanlah
bilangan tersebut.
Sebagian
Haji melakukan idhthiba' sejak awal me-makai pakaian ihram dan tetap
seperti itu dalam seluruh manasik haji. Ini adalah keliru. Yang
disyari'atkan adalah hendaknya ia menutupi kedua pundaknya, dan tidak
melakukan idhthiba' kecuali ketika thawaf yang pertama, sebagaimana
telah disinggung di muka.
Keempat - Jika Anda selesai dari putaran ketujuh
Saat
mendekati hajar aswad, tutuplah pundakmu yang kanan, kemudian pergilah
menuju maqam Ibrahim, jika hal itu memungkinkan, lalu ucapkanlah firman
Allah: "Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat."
(Al-Baqarah: 125).
Jadikanlah
posisi maqam itu antara dirimu dengan Ka'bah, jika memungkinkan, lalu
shalatlah dua rakaat. Pada raka'at pertama Anda membaca, setelah
Al-Fatihah- surat Al-Kafirun dan pada raka'at kedua surat Al-Ikhlash .
Peringatan:
Shalat
dua raka'at thawaf hukumnya sunnah dikerjakan di belakang maqam
Ibrahim, tetapi melaku-kannya di tempat mana saja dari Masjidil Haram
juga dibolehkan.
Termasuk
kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah shalat di
belakang maqam Ibrahim pada saat orang penuh sesak, sehingga dengan
demikian menyakiti orang lain yang sedang thawaf. Yang benar, hendaknya
ia mundur ke belakang sehingga jauh dari orang-orang yang thawaf, dan
hendaknya ia menjadikan posisi maqam Ibrahim antara dirinya dengan
Ka'bah, atau bahkan boleh melakukan shalat di mana saja di Masjidil
Haram.
Kelima - Selanjutnya pergilah ke zam-zam dan minumlah airnya.
Lalu
berdo'alah kepada Allah dan tuangkan air zam-zam di atas kepalamu. Jika
memung-kinkan, pergilah ke hajar aswad dan usaplah.
Keenam - Lalu pergilah menuju Shafa
Dan
ketika telah dekat bacalah firman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya Shafa dan
Marwah adalah sebagian dari syi'ar Allah." (Al-Baqarah: 158).Kemudian
ucapkanlah: "Kami memulai dengan apa yang dengannya Allah memulai."
Kemudian
naiklah ke (bukit) Shafa dan menghadaplah ke Ka'bah lalu bertakbirlah
tiga kali dan ucapkan: "Tiada sesembahan yang haq melainkan Allah
semata, tiada sekutu bagiNya, hanya bagiNya segala kerajaan dan hanya
bagiNya segala puji dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tiada
sesembahan yang haq melainkan Dia, tiada sekutu bagiNya, yang menepati
janjiNya, yang memenangkan hambaNya dan yang menghancurkan
golongan-golongan (kafir) dengan tanpa dibantu siapa pun."
Ulangilah
dzikir tersebut sebanyak tiga kali dan berdo'alah pada tiap-tiap
selesai membacanya dengan do'a-do'a yang Anda kehendaki.
Ketujuh - Kemudian turunlah untuk melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah.
Bila
Anda berada di antara dua tanda hijau, lakukanlah sa'i dengan berlari
kecil (khusus untuk laki-laki dan tidak bagi wanita). Jika Anda telah
sampai di Marwah, naiklah ke atasnya dan menghadaplah ke Ka'bah,
kemudian ucapkan sebagaimana yang Anda ucapkan di Shafa. Demikian
hendaknya yang Anda lakukan pada putaran berikut-nya. Pergi (dari Shafa
ke Marwah) dihitung satu kali putaran dan kembali (dari Marwah ke Shafa)
juga dihitung satu kali putaran hingga sempurna menjadi tujuh kali
putaran. Karena itu, putaran sa'i yang ke tujuh berakhir di Marwah.
Tidak ada dzikir (do'a) khusus untuk sa'i, karena itu perbanyaklah
dzikir dan do'a serta membaca Al-Qur'an.
Peringatan:
Ada dua bid'ah saat thawaf dan sa'i yang tersebar di sebagian orang:
1. Terpaku dengan do'a-do'a tertentu pada setiap putaran, sebagaimana ditemukan dalam buku-buku kecil.
2. Jama'ah haji berdo'a bersama-sama dengan di-komando oleh seorang pemimpin (rombongan) dengan koor (satu suara) dan keras.
Para
Haji hendaknya mewaspadai kedua bid'ah di atas, sebab tidak ada
tuntunannya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak dari
salah seorang sahabatnya .
Kedelapan
- Jika selesai mengerjakan sa'i cukurlah rambut Anda (sampai bersih)
atau pendekkanlah. Bagi orang yang menunaikan umrah, mencukur (gundul)
rambut adalah lebih utama, kecuali jika waktu haji sudah dekat, maka
memendekkan rambut lebih utama, sehing-ga mencukur (gundul) rambut
dilakukan pada waktu haji. Dan tidak cukup memendekkan rambut hanya
beberapa helai pada bagian depan kepala dan bela-kangnya sebagaimana
yang dilakukan oleh sebagian jama'ah Haji, tetapi hendaknya memendekkan
tersebut dilakukan pada seluruh rambut atau pada sebagian besarnya.
Adapun bagi wanita, maka hendaknya ia mengumpulkan rambutnya dan
mengambil daripadanya kira-kira seujung jari. Jika rambutnya keriting
(tidak sama panjang ujungnya) maka harus diambil dari tiap-tiap kepangan
(genggaman).
Jika hal di atas telah Anda lakukan, berarti Anda telah menyelesaikan umrah. Dan segala puji adalah milik Allah semata.
Peringatan:
Termasuk
kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jama'ah Haji adalah
mengulang-ulang umrah ketika sampai di Makkah. Yang demikian itu
bukanlah tun-tunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga bukan
tuntunan para sahabatnya . Seandainya pun di dalamnya ada keutamaan,
tentu mereka telah melakukannya mendahului kita.
HARI TARWIYAH
Hari
tarwiyah adalah hari kedelapan dari bulan Dzul Hijjah. Disebut demikian
karena pada hari itu orang-orang mengenyangkan diri dengan minum air
untuk (persiapan ibadah) selanjutnya.
Pekerjaan-pekerjaan pada hari tarwiyah:
Disunnahkan
bagi orang yang menunaikan haji tamattu' untuk melakukan ihram haji
pada hari tersebut, yakni dari tempat di mana ia singgah. Maka,
hendaknya ia mandi dan mengusapkan wewangian di tubuhnya, tidak
mengenakan kain yang berjahit, dan ia ihram dengan selendang, kain dan
sandal.
Adapun bagi wanita, maka hendaknya ia mandi dan menggunakan pakaian apa saja yang dikehendakinya dengan syarat tidak menampakkan perhiasannya, tidak memakai penutup muka, juga tidak memakai kaos tangan.
Adapun bagi wanita, maka hendaknya ia mandi dan menggunakan pakaian apa saja yang dikehendakinya dengan syarat tidak menampakkan perhiasannya, tidak memakai penutup muka, juga tidak memakai kaos tangan.
Selanjutnya
Anda mengucapkan: (Aku penuhi panggilanMu untuk menunaikan ibadah
haji). Jika ditakutkan ada halangan maka Anda disunnahkan memberi syarat
dengan mengucapkan:
"Jika aku terhalang oleh suatu halangan maka tempat (tahallul)ku adalah di mana Engkau menahanku."
Selanjutnya ucapkanlah talbiyah:
"Jika aku terhalang oleh suatu halangan maka tempat (tahallul)ku adalah di mana Engkau menahanku."
Selanjutnya ucapkanlah talbiyah:
"Aku
penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu, aku penuhi
panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi panggilanMu.
Sesungguh-nya segala puji, kenikmatan dan kerajaan adalah milikMu, tidak
ada sekutu bagiMu."
Demikian Anda terus mengumandangkan talbiyah dengan mengeraskan suara, sampai Anda melempar jumrah aqabah pada hari Nahar (kurban).
Demikian Anda terus mengumandangkan talbiyah dengan mengeraskan suara, sampai Anda melempar jumrah aqabah pada hari Nahar (kurban).
Pada malam ini Anda disunnahkan bermalam di Mina.
Dan
di Mina, Anda disunnahkan menunaikan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib,
Isya' dan Shubuh pada hari Arafah, semuanya dilakukan dengan qashar,
tanpa jama'.
Setiap
Haji hendaknya memanfaatkan waktu-waktu luangnya untuk sesuatu yang
bermanfaat. Seperti mendengarkan ceramah agama, membaca Al-Qur'an,
membaca buku tentang manasik haji dsb.
HARI ARAFAH
Jika
matahari terbit pada hari Arafah (hari kesembilan dari bulan Dzul
Hijjah), maka setiap Haji berangkat dari Mina ke Arafah, seraya
mengumandang-kan talbiyah atau takbir. Hal itu sebagaimana telah
dilakukan oleh para sahabat , sedang mereka bersama Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam ; ada yang mengumandangkan talbiyah dan Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengingkarinya, ada yang bertakbir
dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga tidak mengingkarinya. Jika
matahari telah tergelincir, maka ia shalat Zhuhur dan Ashar secara jama'
qashar dengan satu adzan dan dua iqamat. Sebelum shalat, imam
menyam-paikan khutbah yang materinya sesuai dengan keadaan (ibadah haji,
pen.).
Setelah
shalat, setiap Haji menyibukkan diri dengan dzikir, do'a dan
merendahkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala. Sebaiknya berdo'a
dengan mengangkat kedua tangan dan menghadap kiblat hingga terbenamnya
matahari. Demikian seperti yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam.
Karena itu, setiap Haji hendaknya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang agung ini. Hendaknya ia mengulang-ulang serta memperbanyak do'a, juga hendaknya ia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sejujur-jujurnya.
Karena itu, setiap Haji hendaknya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang agung ini. Hendaknya ia mengulang-ulang serta memperbanyak do'a, juga hendaknya ia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sejujur-jujurnya.
Para Haji, di bawah ini beberapa nash yang menunjukkan keutamaan hari Arafah:
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Haji adalah Arafah." (HR. Ahmad dan para penulis kitab Sunan, shahih).
Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak ada hari yang ketika itu
Allah lebih banyak membebaskan hamba dari (siksa) Neraka selain hari
Arafah. Dan sungguh ia telah dekat, kemudian Allah membanggakan mereka
di hadapan para malaikat, seraya berfirman, 'Apa yang mereka
kehendaki?'" (HR. Muslim).
Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Yang paling utama aku ucapkan,
juga yang diucapkan oleh para nabi pada sore hari Arafah adalah, 'Tidak
ada sesembahan yang haq melainkan Allah semata, tidak ada sekutu
bagiNya, bagiNya kerajaan dan segala puji, dan Dia Mahakuasa atas segala
sesuatu'." (HR. Malik dan lainnya, shahih).
Peringatan:
1.
Hendaknya setiap Haji yakin bahwa dirinya benar-benar berada di wilayah
Arafah. Batasan-batasan Arafah itu dapat diketahui dengan
spanduk-spanduk besar yang ada di sekeliling Arafah.
2.
Masjid Namirah tidak semuanya berada di wilayah Arafah, tetapi
sebagiannya berada di wilayah Arafah (bagian belakang masjid), dan
sebagian lain berada di luar Arafah (bagian depan masjid).
3.
Sebagian orang mengira jika jabal (bukit) Arafah (biasa disebut jabal
Rahmah, pen.) memiliki keutamaan. Ini adalah tidak benar.
4.
Sebagian Haji tergesa-gesa, sehingga keluar dari Arafah menuju
Muzdalifah sebelum tenggelamnya matahari. Ini adalah salah. Yang wajib
adalah tinggal di Arafah hingga tenggelamnya matahari.
BERMALAM DI MUZDALIFAH
Jika
matahari telah tenggelam pada hari Arafah maka para Haji berduyun-duyun
(meninggalkan) Arafah menuju Muzdalifah dengan tenang, diam dan tidak
berdesak-desakan. Jika telah sampai Muzdalifah ia shalat Maghrib dan
Isya' secara jama' qashar dengan satu adzan dan dua iqamat.
Diharamkan
mengakhirkan shalat Isya' hingga lewat pertengahan malam, berdasarkan
sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Waktu Isya' adalah sampai
pertengahan malam." (HR. Muslim).
Jika ia takut akan lewatnya waktu, hendaknya ia shalat Maghrib dan Isya' di tempat mana saja, meskipun di Arafah.
Lalu
ia bermalam di Muzdalifah hingga terbit fajar. Kemudian ia shalat
Shubuh di awal waktunya, lalu menuju Masy'aril Haram, yaitu bukit yang
berada di Muzdalifah, jika hal itu memungkinkan baginya. Jika tidak,
maka seluruh Muzdalifah adalah mauqif (tempat berhenti yang
disyari'atkan). Di sana hendaknya ia menghadap kiblat dan memanjatkan
pujian kepada Allah, bertakbir, mengesakan dan berdo'a kepadaNya. Jika
pagi telah tampak sangat menguning, sebelum terbit matahari, para Haji
berangkat menuju Mina dengan mengumandangkan talbiyah , demikian ia
terus ber-talbiyah hingga sampai melempar jumrah aqabah.
Adapun
bagi orang-orang yang lemah dan para wanita maka mereka dibolehkan
langsung menuju Mina pada akhir malam. Hal itu berdasarkan hadits Ibnu
Abbas radhiyallahu anhu, ia berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
mengutusku ketika akhir waktu malam dari rombongan orang-orang (di
Muzdalifah) dengan membawa perbekalan Nabiullah shallallahu 'alaihi wa
sallam." (HR. Muslim).
Dan
adalah Asma' binti Abi Bakar radhiyallahu anhuma berangkat dari
Muzdalifah setelah tenggelamnya bulan. Sedangkan tenggelamnya bulan
adalah terjadi kira-kira setelah berlalunya dua pertiga malam.
Peringatan:
1.
Sebagian orang mempercayai bahwa batu-batu kerikil untuk melempar
jumrah diambil dari sejak kedatangan mereka di Muzdalifah. Ini adalah
kepercayaan yang salah dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam. Batu-batu kerikil itu boleh diambil dari tempat mana
saja.
2.
Sebagian orang mengira bahwa pertengahan malam adalah pukul dua belas
malam. Ini adalah keliru. Yang benar, pertengahan malam adalah separuh
dari seluruh jam yang ada pada malam hari. Kalau dihitung secara
matematika adalah sebagai berikut: (Keseluruhan jam yang ada pada malam
hari : 2 + waktu tenggelamnya matahari = pertengahan malam ). Jika
matahari tenggelam pada pukul enam sore misalnya, sedangkan terbitnya
fajar pada pukul lima pagi maka pertengahan malamnya adalah pukul
sebelas lebih tiga puluh menit. (Keseluruhan jam yang ada pada malam
hari, yakni 11 jam : 2 + waktu tenggelamnya matahari, yakni pukul 6 =
11, 30 menit).
3.
Di antara penyimpangan yang menyedihkan pada malam tersebut adalah
bahwa sebagian Hujjaj mendirikan shalat Shubuh sebelum tiba waktunya,
padahal shalat itu tidak sah jika dilakukan sebelum masuk waktunya.
4.
Hendaknya setiap Haji meyakini benar bahwa ia berada di wilayah
Muzdalifah. Hal itu bisa diketahui melalui spanduk-spanduk besar yang
ada di sekeliling Muzdalifah.
HARI RAYA QURBAN
Beberapa amalan pada hari Raya Kurban adalah:
1. Melempar jumrah aqabah.
2. Menyembelih hadyu (bagi orang yang melakukan haji tamattu' dan qiran).
3. Mencukur (gundul) rambut kepala atau memendekkannya, tetapi mencukur (gundul) adalah lebih utama.
4. Thawaf ifadhah dan sa'i untuk haji.
Peringatan Penting:
a.
Tertib di atas adalah sunnah, dan kalau tidak dikerjakan secara tertib
juga tidak mengapa. Seperti orang yang mendahulukan thawaf daripada
mencukur rambut, atau mendahulukan mencukur rambut dari-pada melempar
jumrah, atau mendahulukan sa'i daripada thawaf, atau lainnya.
b.
Melempar jumrah aqabah adalah dengan tujuh batu kerikil dengan secara
berurutan. Ia mengangkat tangannya dan mengucapkan takbir setiap kali
melempar batu kerikil. Disunnahkan ia menghadap ke jumrah dan menjadikan
Makkah berada di sebelah kirinya dan Mina berada di sebelah kanannya.
c. Waktu melempar jumrah aqabah ba
i mereka yang kuat (fisiknya) adalah dimulai dari setelah terbitnya matahari. Hal itu berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhu ia berkata:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendahulukan kami anak-anak Bani Abdul Muththalib pada malam Muzdalifah dengan mengendarai keledai, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menepuk paha-paha kami seraya bersabda: "Wahai anak-anakku, jangan kalian melempar jumrah sehingga matahari terbit." (HR. Abu Daud , Shahih Sunan Abi Daud).
Adapun para wanita dan mereka yang lemah maka dibolehkan melempar sejak kedatangan mereka di Mina pada akhir malam. Hal itu berdasarkan hadits Asma' radhiyallahu anha, dari Abdullah pelayan Asma' dari Asma':
"Bahwasanya ia singgah pada malam perkumpulan di Muzdalifah, lalu ia berdiri menegakkan shalat, ia shalat sejenak kemudian bertanya, 'Wahai anakku, apakah bulan telah tenggelam?' 'Belum', jawabku. Ia lalu shalat sejenak kemudian bertanya, 'Apakah bulan telah tenggelam?' 'Sudah', jawabku. Ia berkata, 'Kalau begitu berangkatlah.' Maka kami berangkat dan pergi hingga ia melempar jumrah. Kemudian ia pulang dan shalat Shubuh di rumahnya. Maka kutanyakan padanya, 'Sungguh, kami tidak mengira kecuali bahwa kita telah melempar (jumrah) pada malam hari'. Ia menjawab, 'Wahai anakku, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengizin-kannya untuk kaum wanita'." (Muttafaq Alaih).
i mereka yang kuat (fisiknya) adalah dimulai dari setelah terbitnya matahari. Hal itu berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhu ia berkata:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendahulukan kami anak-anak Bani Abdul Muththalib pada malam Muzdalifah dengan mengendarai keledai, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menepuk paha-paha kami seraya bersabda: "Wahai anak-anakku, jangan kalian melempar jumrah sehingga matahari terbit." (HR. Abu Daud , Shahih Sunan Abi Daud).
Adapun para wanita dan mereka yang lemah maka dibolehkan melempar sejak kedatangan mereka di Mina pada akhir malam. Hal itu berdasarkan hadits Asma' radhiyallahu anha, dari Abdullah pelayan Asma' dari Asma':
"Bahwasanya ia singgah pada malam perkumpulan di Muzdalifah, lalu ia berdiri menegakkan shalat, ia shalat sejenak kemudian bertanya, 'Wahai anakku, apakah bulan telah tenggelam?' 'Belum', jawabku. Ia lalu shalat sejenak kemudian bertanya, 'Apakah bulan telah tenggelam?' 'Sudah', jawabku. Ia berkata, 'Kalau begitu berangkatlah.' Maka kami berangkat dan pergi hingga ia melempar jumrah. Kemudian ia pulang dan shalat Shubuh di rumahnya. Maka kutanyakan padanya, 'Sungguh, kami tidak mengira kecuali bahwa kita telah melempar (jumrah) pada malam hari'. Ia menjawab, 'Wahai anakku, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengizin-kannya untuk kaum wanita'." (Muttafaq Alaih).
d.
Waktu melempar jumrah aqabah berlanjut hingga zawal(waktu
tergelincirnya matahari dari pertengahan langit,dan itulah waktu
permulaan shalat zhuhur). Dan dibolehkan melempar setelahzawalmeskipun
meskipun di malam hari, jika menemui kesulitan untuk melemparnya sebelum
zawal.
e.
Jumrah aqabah, penampungan (batu kerikil)nya adalah separuh
penampungan. Karena itu ia harus yakin bahwa batu-batu kerikilnya masuk
ke dalam penampungan tsb., tetapi jika setelah itu tergelincir (keluar)
maka tidak mengapa.
f.
Disunnahkan untuk segera menyembelih hadyu, mencukur rambut, thawaf dan
sa'i, tetapi jika diakhirkan hingga setelah hari Raya Kurban maka tidak
mengapa.
g.
Menyembelih hadyu adalah wajib bagi yang melakukan haji tamattu' dan
qiran. Adapun yang melakukan haji ifrad maka tidak wajib menyembelih
hadyu . Orang yang tidak bisa menyembelih hadyu diwajibkan puasa tiga
hari pada waktu haji dan tujuh hari ketika mereka pulang kepada
keluarganya.
Penyembelihan itu tidak harus dilakukan di Mina, tetapi boleh dilakukan di Makkah atau tanah suci lainnya (Madinah, pen.). Dibolehkan pula bagi tujuh orang untuk berserikat dalam satu ekor unta atau sapi. Disunnahkan untuk menyembelih sendiri dengan tangannya, tetapi jika diwakilkan kepada yang lain maka hal itu dibolehkan.
Disunnahkan pula untuk menelentangkan hadyu (sapi atau kambing) pada sisi kirinya dan menghadap-kannya ke kiblat, sedang telapak kaki (orang yang menyembelih) diletakkan di atas leher hewan tersebut. Adapun unta, maka disunnahkan ketika menyembelihnya dalam keadaan berdiri, tangan kirinya diikat serta dihadapkan ke kiblat.
Ketika menyembelih, disyaratkan menyebut nama Allah, dan disunnahkan untuk menambahkannya dengan bacaan:
"Dengan nama Allah, Allah Mahabesar, ya Allah, sesungguhnya ini adalah dariMu dan milikMu, ya Allah kabulkanlah (kurban) dari kami (ini)."
Waktu penyembelihan masih terus berlangsung hingga tenggelamnya matahari dari akhir hari tasyriq, yaitu tanggal 13 Dzul Hijjah.
Penyembelihan itu tidak harus dilakukan di Mina, tetapi boleh dilakukan di Makkah atau tanah suci lainnya (Madinah, pen.). Dibolehkan pula bagi tujuh orang untuk berserikat dalam satu ekor unta atau sapi. Disunnahkan untuk menyembelih sendiri dengan tangannya, tetapi jika diwakilkan kepada yang lain maka hal itu dibolehkan.
Disunnahkan pula untuk menelentangkan hadyu (sapi atau kambing) pada sisi kirinya dan menghadap-kannya ke kiblat, sedang telapak kaki (orang yang menyembelih) diletakkan di atas leher hewan tersebut. Adapun unta, maka disunnahkan ketika menyembelihnya dalam keadaan berdiri, tangan kirinya diikat serta dihadapkan ke kiblat.
Ketika menyembelih, disyaratkan menyebut nama Allah, dan disunnahkan untuk menambahkannya dengan bacaan:
"Dengan nama Allah, Allah Mahabesar, ya Allah, sesungguhnya ini adalah dariMu dan milikMu, ya Allah kabulkanlah (kurban) dari kami (ini)."
Waktu penyembelihan masih terus berlangsung hingga tenggelamnya matahari dari akhir hari tasyriq, yaitu tanggal 13 Dzul Hijjah.
Thawaf
di Ka'bah adalah tujuh kali, sebagaimana thawaf ketika umrah, tetapi
tidak dengan raml (jalan cepat) dan idhthiba' (menyelempangkan
selen-dang). Lalu disunnahkan untuk melakukan shalat dua rakaat di
belakang maqam Ibrahim, jika hal itu memungkinkan. Jika tidak, maka
boleh melakukan shalat di tempat mana saja dari Masjidil Haram.
h.
Sa'i antara Shafa dan Marwah adalah tujuh putaran, tata caranya
sebagaimana yang ada pada sa'i untuk umrah. Adapun orang yang melakukan
haji qiran dan ifrad maka cukup baginya sa'i yang pertama, jika mereka
telah melakukan sa'i pada thawaf qudum.
i.
Mencukur harus mengenai semua rambut. Adapun bagi wanita, maka ia cukup
menghimpun semua rambutnya lalu memotong ujungnya kira-kira seujung
jari. Jika ujung rambutnya tidak sama pan-jangnya maka bisa dipotong
dari setiap kepangan (genggaman) rambut.
j.
Jika seorang Haji telah melempar jumrah aqabah dan mencukur atau
menggunting rambut maka ia telah tahallul awal. Artinya, boleh baginya
melakukan segala sesuatu dari yang dilarang ketika ihram kecuali masalah
wanita. Dan disunnahkan baginya untuk membersihkan diri dan memakai
wangi-wangian sebelum thawaf.
Kemudian, jika ia telah melempar, mencukur atau menggunting rambut, thawaf dan sa'i berarti ia telah tahallul tsani , yang dengan demikian dihalalkan baginya segala sesuatu hingga masalah wanita (hubungan suami isteri).
Kemudian, jika ia telah melempar, mencukur atau menggunting rambut, thawaf dan sa'i berarti ia telah tahallul tsani , yang dengan demikian dihalalkan baginya segala sesuatu hingga masalah wanita (hubungan suami isteri).
HARI RAYA TASYRIQ
1.
Wajib bermalam di Mina pada malam-malam hari tasyriq, yakni malam ke-11
dan ke-12 (bagi yang terburu-buru) serta malam ke-13 (bagi yang
meng-akhirkan/tetap tinggal).
2. Wajib melempar jumrah pada hari-hari tasyriq, caranya adalah sebagai berikut:
Setiap
Haji melempar ketiga jumrah (ula, wustha, aqabah) pada setiap hari dari
hari-hari tasyriq setelah tergelincirnya matahari. Yakni dengan tujuh
batu kerikil secara berurutan untuk masing-masing jumrah, dan hendaknya
ia bertakbir setiap kali melempar. Dengan demikian jumlah batu kerikil
yang wajib ia lemparkan setiap harinya adalah 21 batu kerikil. (Ukuran
batu kerikil tersebut lebih besar sedikit dari biji kacang).
Jama'ah
haji memulai dengan melempar jumrah ula, yakni jumrah yang letaknya
dekat masjid Al-Khaif, kemudian hendaknya ia maju ke sebelah kanan
seraya berdiri dengan menghadap kiblat. Di sana hendaknya ia berdiri
lama untuk berdo'a dengan mengangkat tangan. Lalu ia melempar jumrah
wustha , kemudian mencari posisi di sebelah kiri dan berdiri menghadap
kiblat. Di sana hendaknya ia berdiri lama untuk berdo'a seraya
mengangkat tangan. Selanjutnya ia melempar jumrah aqabah dengan
menghadap kepadanya serta menjadikan kota Makkah berada di sebelah
kirinya dan Mina di sebelah kanannya. Di sana ia tidak berhenti (untuk
berdo'a). Demikianlah, hal yang sama hendaknya ia lakukan pada tanggal
12 dan 13 Dzul Hijjah.
Peringatan:
1.
Adalah salah, membasuh batu-batu kerikil (sebelum melemparkannya),
sebab yang demikian itu tidak ada keterangannya dari Nabi J, juga tidak
dari para sahabatnya.
2.
Yang menjadi ukuran (benarnya lemparan) adalah jatuhnya batu kerikil ke
dalam penampungan, dan bukan melempar tiang yang ada di tengah-tengah
penampungan (batu kerikil).
3.
Waktu melempar jumrah adalah dimulai dari sejak tergelincirnya matahari
hingga terbenamnya, tetapi tidak mengapa melemparnya hingga malam hari,
jika hal itu memang diperlukan. Hal itu berdasar-kan sabda Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam :
"Penggembala melempar (umrah) pada malam hari dan menggembala (ternaknya) di siang hari." (Hadits hasan, As-Silsilah Ash-Shahihah, 2477).
"Penggembala melempar (umrah) pada malam hari dan menggembala (ternaknya) di siang hari." (Hadits hasan, As-Silsilah Ash-Shahihah, 2477).
4.
Tidak boleh mewakilkan dalam melempar jumrah kecuali ketika dalam
keadaan lemah (tak mampu) atau takut akan bahaya karena telah lanjut
usia, sakit, masih kecil atau sejenisnya. Dan ketika mewakili, hendaknya
ia melempar jumrah ula sebanyak tujuh kali untuk dirinya sendiri
terlebih dahulu, lalu melemparkan untuk orang yang diwakilinya. Demikian
pula hendaknya yang ia lakukan dalam jumrah wustha dan aqabah (jika
mewakili orang lain).
Adapun sebagian orang pada saat ini yang dengan mudahnya mewakilkan melempar jumrah adalah hal keliru. Orang yang takut berdesak-desakan dengan laki-laki dan perempuan maka hendaknya ia pergi melempar pada saat-saat yang sepi, misalnya ketika malam hari.
Adapun sebagian orang pada saat ini yang dengan mudahnya mewakilkan melempar jumrah adalah hal keliru. Orang yang takut berdesak-desakan dengan laki-laki dan perempuan maka hendaknya ia pergi melempar pada saat-saat yang sepi, misalnya ketika malam hari.
5. Hendaknya melempar ketiga jumrah tersebut secara tertib, yakni shughra kemudian wustha lalu aqabah.
6.
Sungguh keliru orang yang mencaci dan men-cerca ketika melempar jumrah,
atau melempar dengan sepatu, payung dan batu besar, serta kepercayaan
sebagian orang bahwa setan diikat pada tiang yang ada di tengah
penampungan batu kerikil.
7.
Bermalam yang wajib dilakukan di Mina adalah dengan tinggal di sana
pada sebagian besar waktu malam. Misalnya, jika seluruh waktu malam
adalah sebelas jam maka ia wajib tinggal di Mina lebih dari lima jam 30
menit.
8.
Diperbolehkan bagi orang yang tergesa-gesa untuk meninggalkan Mina pada
tanggal 12 Dzul Hijjah, yakni setelah melempar jumrah dan hendaknya ia
keluar dari Mina sebelum tenggelamnya matahari. Jika matahari telah
tenggelam dan ia masih berada di Mina maka ia wajib bermalam dan
melempar lagi keesokan harinya, kecuali jika ia telah bersiap-siap
meninggalkan Mina lalu matahari tenggelam karena jalan macet atau
sejenisnya maka ia dibolehkan tetap pergi dan hal itu tidak mengapa
baginya.
TANGGAL 12 DZULHIJJAH
1.
Jika Anda telah selesai melempar jumrah pada tanggal 12 Dzul Hijjah,
lalu Anda ingin bersegera maka Anda dibolehkan keluar dari Mina sebelum
matahari tenggelam, tetapi jika Anda ingin tetap tinggal maka hal itu
lebih utama. Bermalamlah (sehari lagi) di Mina pada tanggal 13 Dzul
Hijjah, dan lemparlah ketiga jumrah (ula, wustha, aqabah ) setelah
tergelincir-nya matahari dan sebelum matahari tenggelam, sebab hari-hari
tasyriq berakhir dengan tenggelamnya matahari.
2.
Jika matahari telah tenggelam pada tanggal 12 Dzul Hijjah (hari kedua
dari hari-hari tasyriq) dan Anda masih berada di Mina maka Anda wajib
bermalam kembali di Mina pada malam itu kemudian melempar jumrah
keesokan harinya, kecuali jika Anda telah bersiap-siap berangkat, tetapi
jalan macet misalnya sehingga matahari tenggelam maka Anda dibolehkan
keluar dari Mina dan hal itu tidak mengapa bagi Anda.
3.
Ketika Anda hendak meninggalkan Makkah, Anda wajib melakukan thawaf
wada' sebanyak tujuh kali putaran, setelahnya Anda disunnahkan shalat
dua rakaat di belakang maqam Ibrahim.
4. Perempuan yang sedang haid atau nifas tidak diwajibkan melakukan thawaf wada'.
Dengan demikian selesailah pekerjaan-pekerjaan haji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar